TEMPO.CO, Jakarta - Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai penurunan indeks menabung konsumen (IMK) sebesar 4,4 persen pada Mei 2025 disebabkan oleh beban biaya pendidikan yang semakin meningkat. “Komponen yang sangat berat dalam rumah tangga Indonesia itu pendidikan dan jumlahnya selalu meningkat dari waktu ke waktu,” kata Direktur Keadilan Celios, Media Askar Wahyudi, saat dihubungi, Selasa, 3 Juni 2025.
Menurut Askar, kelas menengah menjadi pihak yang paling terbebani dari mahalnya biaya pendidikan. Ia mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata kelas menengah dengan pendapatan sekitar Rp 3,3 juta per bulan hanya bisa menyisakan uang sebesar Rp 435 ribu. “Artinya ini sangat kecil sekali, dan ini sangat memengaruhi behavior,” ujar dosen Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Askar mengatakan DKI Jakarta dan Papua Barat menjadi wilayah dengan biaya pendidikan tertinggi. Biaya pendidikan di Papua Barat misalnya, yang mencapai Rp 16 juta per tahun. Adapun berdasarkan data BPS, kata Askar, biaya rata-rata pendidikan sekolah dasar mencapai Rp 4,5 juta per tahun sedangkan sekolah menengah atas mencapai Rp 10–11 juta per tahun.
Ia mengatakan rendahnya indeks menabung umumnya bersifat musimam. Terjadi sekitar Mei, Juni, atau Juli, kata dia. Namun, pelemahan indeks itu juga dipengaruhi oleh faktor struktural lainnya. Ia menyinggung soal insetif fiskal dalam bentuk bantuan sosial yang tidak turun secara signifikan bahkan terlambat daripada tahun-tahun sebelumnya. Selebihnya juga dipengaruhi oleh bantuan pendidikan nontunai yang turunnya tidak signifikan.
Turunnya indeks menabung juga berkaitan dengan melemahnya daya beli masyarakat. Kendati demikian, penurunan ini bisa menjadi indikasi awal bahwa sisa penghasilan dari konsumsi primer semakin menipis. Sehingga prioritas keuangan masyarakat akhirnya bergeser untuk konsumsi wajib.
Namun indikasi melemahnya daya beli tidak sejalan dengan penurunan IMK seandainya terjadi bersamaan dengan kenaikan konsumsi ekonomi non-esensial. Namun Askar menilai situasinya tidak menggambarkan kenaikan konsumsi non-esensial. Misalnya perilaku masyarakat yang menahan untuk membeli gadget baru hingga pelabuhan dan terminal relatif sepi. “Kita tahu bahwa daya beli masyarakat melemah dan cenderung deflasi.”
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Survei Konsumen dan Perekonomian (SKP) mengumumkan IMK pada Mei 2025 berada di level 79. Angka tersebut turun 4,4 poin dari bulan sebelumnya.
Hal ini sejalan dengan penurunan komponen Indeks Waktu Menabung (IWM) sebesar 1,7 poin pada periode yang sama ke level 92,9. Indeks Intensitas Menabung (IIM) juga turun 7,1 poin ke level 65,1. “Perkembangan ini mengindikasikan rencana dan intensitas menabung yang cenderung melemah,” kata Direktur Group Riset LPS Seto Wardono dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin, 2 Juni 2025, seperti dikutip dari Antara.
Seto menjelaskan salah satu kemungkinan pemicu penurunan indeks menabung itu karena banyak pengeluaran rumah tangga pada periode waktu itu ditujukan untuk membiayai pendidikan, yakni di masa penerimaan siswa baru dan menjelang dimulainya tahun ajaran baru. Memasuki tahun ajaran baru 2025/2026, LPS juga mencatat, banyak responden menyatakan bahwa biaya pendidikan yang meningkat menyebabkan naiknya pengeluaran rumah tangga.