ILO Ubah Status Palestina Jadi Negara Pengamat, Ini Artinya

1 day ago 13

TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) secara resmi mengadopsi resolusi yang meningkatkan status Palestina dari "gerakan pembebasan nasional" menjadi "negara pengamat non-anggota" dalam sidang ke-113 Konferensi Perburuhan Internasional (ILC) yang berlangsung di Jenewa.

Dengan pengakuan ini, status Palestina di panggung internasional kembali mengalami kemajuan. Langkah ini bukan hanya simbolis melainkan juga membuka jalan bagi partisipasi Palestina yang lebih luas dalam berbagai forum internasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keputusan ini sejalan dengan Resolusi Majelis Umum PBB ES-10/23 yang disahkan pada Mei 2024, yang mendorong lembaga-lembaga internasional untuk menyelaraskan pengakuan mereka terhadap Palestina. Dengan status barunya, Palestina kini dapat berpartisipasi secara lebih aktif dalam agenda-agenda ILO, mengajukan proposal, berbicara dalam diskusi, hingga ikut memilih anggota untuk biro konferensi.

Dukungan terhadap resolusi ini datang dari berbagai negara dan kelompok, termasuk Kelompok Arab yang diketuai Bahrain, Organisasi Kerja Sama Islam yang diketuai Pakistan, serta negara-negara seperti Indonesia, Prancis, Spanyol, Tiongkok, dan Venezuela. Mereka menyatakan bahwa pengakuan ini merupakan langkah penting dalam memperkuat legitimasi Palestina sebagai sebuah negara di mata dunia.

Negara pengamat non-anggota adalah status yang memungkinkan suatu entitas untuk berpartisipasi dalam kegiatan dan pertemuan organisasi internasional tanpa menjadi anggota penuh. Dalam konteks ILO, ini berarti Palestina kini memiliki hak-hak yang diperluas seperti duduk di antara negara-negara lain berdasarkan abjad, mencalonkan diri dalam struktur organisasi, serta mengajukan dan mendukung amandemen maupun usulan.

Dikutip dari WAFA, rancangan resolusi ini mencakup paket hak yang luas, termasuk hak untuk menyampaikan pernyataan, mengajukan mosi, memberikan suara, serta mencalonkan delegasi ke Biro Majelis Umum ILO. Hal ini mencerminkan keinginan ILO untuk memperlakukan Palestina sebagai entitas negara secara fungsional, meskipun belum secara formal sebagai anggota penuh.

Bagi Palestina, peningkatan status ini memiliki arti strategis dan politis. Duta Besar Palestina untuk PBB di Jenewa, Ibrahim Khraishi, menyatakan bahwa keputusan ini merupakan tanggapan tegas terhadap sikap Israel yang menolak keberadaan negara Palestina.

Ia juga menegaskan bahwa resolusi ini bersifat prosedural, berdasarkan analisis hukum yang panjang, dan tidak dimaksudkan sebagai langkah politis, melainkan untuk menyelaraskan dengan keputusan Majelis Umum PBB.

Palestina memenuhi empat syarat yang tercantum dalam Deklarasi Montevideo 1933 dan layak menjadi anggota. Artinya, secara hukum internasional, Palestina telah memenuhi kriteria sebagai sebuah negara yang berdaulat.

Meskipun status sebagai negara pengamat bukanlah keanggotaan penuh, banyak pihak menilai ini sebagai langkah maju dalam perjuangan diplomatik Palestina. Status ini membuka peluang untuk membela hak-hak pekerja Palestina, terutama di tengah krisis kemanusiaan di wilayah pendudukan, khususnya Jalur Gaza. “Beberapa pihak masih menolak untuk bertindak adil dan terus menerapkan standar ganda," kata Khraishi.

ILO sendiri menegaskan, perubahan status ini tidak memengaruhi solusi jangka panjang dalam konflik Palestina-Israel. Sebaliknya, hal ini dianggap sebagai langkah konstruktif yang memperkuat komitmen ILO terhadap inklusivitas dan kerja sama teknis.

Sementara itu, lebih dari 200.000 pekerja Palestina saat ini kehilangan pekerjaan akibat eskalasi kekerasan dan blokade di Gaza. Dengan status pengamat, Palestina kini memiliki platform internasional yang lebih kuat untuk memperjuangkan nasib para pekerjanya dan menekan komunitas internasional untuk bertindak.

Peningkatan status Palestina menjadi negara pengamat non-anggota di ILO bukan hanya kemenangan diplomatik, tetapi juga pengakuan simbolis terhadap perjuangan panjang bangsa Palestina untuk diakui sebagai negara merdeka dan berdaulat. Meskipun masih menghadapi tantangan besar di tingkat global, langkah ini menandai momentum baru dalam upaya diplomasi internasional Palestina. “Kami berharap hal ini akan mendukung keanggotaan penuh Palestina, sejalan dengan posisi masyarakat internasional,” kata Khraishi.

Sita Planasari turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Pro-Kontra Penerapan Jam Malam Pelajar ala Dedi Mulyadi

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |