TEMPO.CO, Jakarta - Rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump menggunakan jet mewah senilai US$ 400 juta milik keluarga kerajaan Qatar sebagai pesawat sementara Air Force One membuat sejumlah mantan pejabat pertahanan ketar-ketir. Mereka mengingatkan risiko keamanan akibat nihilnya modifikasi yang memenuhi standar pesawat kepresidenan AS.
Rekayasa ulang Boeing 747-8 milik Qatar yang dianggap sesuai dengan standar keamanan dan teknologi pesawat kepresidenan diperkirakan memakan waktu bertahun-tahun. Biayanya bisa menembus ratusan juta dolar. Namun, Trump dikabarkan menargetkan jet tersebut bisa dipakai akhir tahun ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ada risiko keamanan besar, tidak diragukan lagi. Tapi Trump bisa memilih untuk menerimanya. Dia adalah panglima tertinggi,” kata seorang mantan pejabat Angkatan Udara AS, dikutip dari Defense One, Sabtu, 17 Mei 2025.
Dalam unggahan di Truth Social, media sosial buatan Trump Media and Technology Group (TMTG), Trump menyebut jet itu sebagai “hadiah tanpa biaya” untuk Departemen Pertahanan. Pemerintah AS menunjuk L3Harris Technologies, entitas penyedia teknologi pertahanan yang berbasis di Florida, untuk memodifikasi jet Qatar tersebut.
Beberapa proyek itu digadang-gadang tenaga kerja pertahanan di AS yang sebenarnya sudah sibuk. Terlebih, penanganan armada khusus kepresidenan itu melibatka personel dengan izin keamanan tinggi. Pejabat lain menilai Trump tidak akan menunggu bertahun-tahun untuk menuntaskan pengamanan pesawat, sehingga besar kemungkinan pesawat itu akan kekurangan sistem komunikasi rahasia, bahkan tak sempat diperiksa menyeluruh dari risiko penyadapan.
"Menganggap pesawat itu aman untuk panglima tertinggi hanya dengan beberapa modifikasi adalah hal yang tidak masuk akal,” kata mantan pejabat senior pertahanan. Sumber anonim ini menambahkan bahwa pesawat kepresidenan juga berfungsi sebagai bagian dari sistem komando dan kontrol nuklir.
Enggan Tunggu Air Force One Buatan Boeing
Penundaan pembangunan Air Force One baru oleh Boeing juga menjadi alasan Trump menerima tawaran Qatar. Pesawat VC-25B yang dijadwalkan selesai pada 2024 bakal molor hingga 2028 atau 2029. Boeing menyatakan bisa mempercepat pengiriman ke 2027 jika persyaratan program dilonggarkan.
Selain isu keamanan, hadiah dari Qatar memicu perdebatan hukum dan etika. Politikus Demokrat dan mantan pejabat menyebut pemberian itu melanggar pasal emoluments clause dalam Konstitusi AS. Pasal itu melarang pejabat federal menerima hadiah dari pemerintah asing.
“Ini adalah presiden Amerika yang terbang dengan suap dari Qatar yang diterimanya,” begitu kata mantan pejabat lainnya.
Angkatan Udara mengarahkan pertanyaan soal rencana Air Force One ke Gedung Putih. “Ini adalah langkah yang luar biasa dari Qatar,” kata Trump. Menurut dia, hanya orang bodoh yang akan menolak tawaran tersebut.
Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt menyatakan setiap hadiah dari pemerintah asing selalu diterima sesuai seluruh hukum yang berlaku. “Pemerintahan Presiden Trump berkomitmen pada transparansi penuh,” tuturnya.
Kritik keras datang dari Senator Jack Reed, anggota senior Komite Angkatan Bersenjata Senat, yang menyebut hadiah itu sebagai ‘pelanggaran etika yang menjijikkan’, serta berisiko besar terhadap keamanan intelijen.
Reed menyebut pengabaian terhadap keamanan nasional dan etika diplomatik ini menunjukkan keinginan berbahaya untuk menukar kepentingan AS demi keuntungan pribadi. “Ini penghinaan terhadap jabatan kepresidenan dan pengkhianatan terhadap kepercayaan yang diberikan kepada pemimpin AS untuk menjaga kedaulatan bangsa.”
Senator Chris Murphy mengatakan akan memblokir penjualan senjata ke Qatar. Adapun pemimpin minoritas Senat Chuck Schumer berencana menahan pencalonan pejabat Departemen Kehakiman sampai pemerintahan Trump menjawab sejumlah pertanyaan.