TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Muchlis M. Hanafi tak memungkiri terjadi sejumlah permasalahan dalam penerapan sistem syarikah pada haji 2025. Ia mengatakan masalah paling banyak adalah terpisahnya pasangan suami istri atau anak dari orang tua, dan pendamping dengan jemaah lanjut usia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Serta ada juga beberapa jemaah disabilitas yang terpisah dengan pendampingnya,” kata dia sebagaimana dikutip dari laman Kementerian Agama pada Kamis, 15 Mei 2025.
Namun, menurut Hanafi, kasus seperti ini hanya terjadi untuk beberapa orang saja. Dia menyebut secara umum dengan metode syarikah ini pengaturan jemaah haji lebih tertib. "Jemaah yang tahun ini berangkat bersama pasangannya, tidak terpisah oleh pendekatan kloter berbasis syarikah. Secara umum mereka tetap bersama baik saat di Madinah maupun Makkah," tuturnya.
Kendati demikian, Hanafi mengatakan PPIH telah berupaya semaksimal mungkin untuk memitigasi kasus serupa terjadi. PPIH juga telah berkoordinasi dengan pihak dari Arab Saudi guna mencari solusi terbaik bagi jemaah yang sudah terlanjur terpisah. "Ini terus kami mitigasi agar dampaknya bisa diminimalisir dan jemaah tetap nyaman dalam beribadah,” katanya.
Syarikah haji merupakan sistem penyelenggaraan layanan ibadah haji yang ditentukan oleh pemerintah Arab Saudi. Dengan sistem ini, layanan kepada jemaah diserahkan pada perusahaan profesional yang disebut syarikah. Adapun tahun ini, terdapat delapan syarikah yang akan melayani jemaah haji Indonesia.
Mereka adalah Al-Bait Guest yang melayani sebanyak 35.977 jemaah, Rakeen Mashariq 35.090 jemaah, dan Sana Mashariq sebanyak 32.570 jemaah. Kemudian ada Rehlat & Manafea yang melayani 34.802 orang, Alrifadah sebanyak 20.317 jemaah, Rawaf Mina 17.636 jemaah, MCDC 15.645 jemaah, dan Rifad 11.283 jemaah.
Menurut penjelasan Hanafi, sistem ini diberlakukan bertujuan untuk memudahkan pengendalian dan memperjelas koordinasi di lapangan, serta memastikan jemaah haji Indonesia mendapatkan layanan optimal dan tertata. Khususnya saat pelaksanaan puncak ibadah haji di Armuzna.
Dengan sistem ini, jemaah haji mulanya berangkat dari Indonesia ke Madinah dengan sistem kelompok terbang (kloter). Setelah itu, mereka baru dikelompokkan berdasarkan syarikah untuk bertolak ke Mekkah. Jemaah haji baru kembali ke sistem kloter saat akan dipulangkan ke tanah air.
Sebelumnya, Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj mengatakan sejumlah persoalan teknis serius dalam penyelenggaraan ibadah haji 2025. Salah satu masalah krusial yang disorot adalah ihwal lenerapan sistem multisyarikah. Jika sebelumnya hanya ada satu mitra penyelenggara layanan haji, kini ada delapan syarikah yang ditunjuk pemerintah
Ia menjelaskan, akibat perbedaan syarikah dalam satu kelompok terbang, sejumlah jemaah bahkan anggota keluarga bisa terpisah penginapan dan transportasinya di Tanah Suci.
“Bayangkan satu keluarga yang sejak manasik sudah disiapkan jadi satu regu, tiba-tiba terpecah. Ini mengganggu, apalagi kalau jemaahnya lansia. Ada kekhawatiran mereka tidak bisa bertemu di sana karena beda syarikah,” ujar Mustolih saat dihubungi pada Kamis, 15 Mei 2025.
Dinda Shabrina berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan editor: Banyak Jalur ke Bangku Kuliah Selain UTBK