La Nina Gagal Berkembang Tahun Ini, Musim Badai Bakal Menggila di Atlantik?

3 days ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - El Nino yang sangat kuat pada 2023-2024 ternyata batal diikuti oleh fenomena kebalikannya, La Nina. Prediksi para ilmuwan meleset setelah fenomena iklim yang dikenal di Indonesia menambah curah hujan ini melemah dan dipastikan pupus pada April 2025. Meski awalnya telah menunjukkan tanda-tanda perkembangan pada akhir 2024, La Nina menunjukkan gagal berkembang pada Maret lalu. 

Para ahli menilai, fenomena El Nino dan La Nina sangat berpengaruh terhadap cuaca global. Emily Becker, profesor riset dari University of Miami sekaligus penulis blog ENSO milik NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration), menjelaskan bahwa keduanya bisa memengaruhi curah hujan, salju, suhu, musim badai, dan pembentukan tornado. Karenanya juga dikaitkan dengan fluktuasi pasar keuangan, hasil panen, dan berbagai hal lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Secara ilmiah, kami peduli karena ini sangat menarik. Tapi secara praktis, kami peduli karena fenomena ini memberi gambaran awal tentang enam hingga dua belas bulan ke depan,” kata Becker dikutip dari laporan yang dipublikasikan Live Science pada 3 Mei 2025. 

ENSO (El Nino–Southern Oscillation) adalah pola perubahan iklim musiman yang berasal dari perubahan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik. Ketika suhu tidak cukup hangat atau dingin untuk memicu El Nino maupun La Nina, kondisi ini disebut netral —meskipun bukan berarti cuaca akan tenang.

Muhammad Azhar Ehsan, ilmuwan iklim dari Columbia Climate School, menjelaskan bahwa lemahnya angin pasat di Pasifik timur kemungkinan besar mencegah naiknya air laut dingin ke permukaan, yang merupakan tahap penting dalam pembentukan La Nina. “Angin pasat memainkan peran besar,” katanya. 

Dengan kondisi ENSO-netral dan suhu Samudra Atlantik yang hangat, para ahli memperkirakan musim badai Atlantik 2025 akan menjadi aktif. Peneliti dari Colorado State University Phil Klotzbach mengatakan bahwa tidak adanya El Nino dapat menciptakan pola angin yang mendukung terbentuknya badai.

“El Nino cenderung meningkatkan geseran angin vertikal, dan geseran angin vertikal akan merobek badai,” katanya. “Akibatnya, (tanpa El Nino), kami memperkirakan pola geseran angin yang cukup mendukung badai pada musim panas dan gugur ini.”

Menurut NOAA, kondisi ENSO netral diperkirakan bertahan hingga Oktober 2025. Ada peluang La Nina meningkat menjelang akhir tahun, meskipun kemungkinan besar tetap netral. Para ilmuwan memperhitungkan lemahnya akurasi prediksi cuaca pada musim semi.

“Musim semi adalah waktu yang berantakan untuk membuat prakiraan,” kata eks meteorologis untuk NOAA dan konTributor blog ENSO Tom Di Liberto. Dia menambahkan, “Bulan Juni biasanya saat kami mulai lebih percaya diri.”

Perubahan iklim jangka panjang dinilai memperumit hubungan antara ENSO dan cuaca ekstrem. “Udara yang lebih hangat menampung lebih banyak air. Itu hal mendasar,” kata Becker, merujuk pada meningkatnya potensi curah hujan ekstrem akibat pemanasan global.

“Ini seperti menciptakan spons yang lebih besar dan lebih baik, lalu diperas di suatu tempat,” ujar Di Liberto. “Dan masyarakat harus menghadapi curah hujan serta banjir dalam jumlah yang sulit dibayangkan.”

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |