Mengapa Indonesia Jadi Tempat Uji Coba Vaksin TBC yang Didanai Bill Gates?

17 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menerima kunjungan Pendiri Microsoft dan yayasan The Gates Foundation Bill Gates di ruang oval Istana Merdeka, Jakarta, 7 Mei 2025.  

Kepala Negara kemudian mengumumkan bahwa Indonesia menjadi tempat uji coba vaksin tuberkulosis atau vaksin TBC baru. Kandidat vaksin ini dinamai M72. Melalui The Gates Foundation, Bill Gates mendanai pengembangan vaksin TB ini. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Beliau sedang kembangkan vaksin TBC, untuk dunia, Indonesia akan jadi salah satu tempat yang akan diuji coba," kata Prabowo saat itu.

Prabowo mengatakan pengembangan vaksin ini positif karena TBC telah menelan korban jiwa hampir 100.000 setiap tahun. Sehingga Prabowo menyambut positif komitmen Bill Gates untuk membantu Indonesia di bidang vaksinasi. Selain vaksin TB, Bill Gates juga sedang kembangkan vaksin malaria. 

Bill Gates mengatakan dunia membutuhkan vaksin TBC dan dia menaruh perhatian terhadap angka penderita TBC di Indonesia. Ia menuturkan, uji coba untuk vaksin tuberkulosis telah dimulai, termasuk di Indonesia. Selain Indonesia, India dan Afrika juga menjadi tempat uji coba vaksin TBC yang dikembangkan Gates. 

“Kami memiliki dua situs uji coba vaksin tersebut di sini, dan itu akan membantu kami mengetahui seberapa efektif vaksin tersebut,” katanya. 

Indonesia bukan satu-satunya yang menjadi tempat uji klinik calon vaksin TBC Bill Gates. Empat negara lain yang juga menjadi tempat uji coba dan pengembangan, antara lain Afrika Selatan, Kenya, Malawi, dan Zambia. Saat ini uji klinik vaksin TBC di Indonesia sudah memasuki fase 3. 

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan The Gates Foundation telah membiaya pengembangan vaksin TBC ke berbagai negara, terutama negara di Amerika Latin, Asia, dan Afrika. Negara-negara yang didanai merupakan negara berkembang dengan kasus TB tinggi.

Budi mengatakan vaksin itu sudah melewati fase 1-2. Yang terakhir sedang dilakukan uji klinik di tujuh negara untuk melihat efikasi dan keamanannya, termasuk di Indonesia. 

“Diharapkan nanti di akhir 2028 itu bisa keluar,” kata Budi di Istana Kepresidenan, Jakarta, 9 Mei 2025.

Budi mengatakan alasan Indonesia menjadi tempat uji coba vaksin karena TBC merupakan penyakit menular pembunuh nomor satu di Indonesia. Tercatat, 100 ribu orang meninggal setiap tahun akibat TBC. Budi mengatakan angka kematian ini lebih banyak daripada Covid-19 dalam lima tahun terakhir. 

“(TBC) tidak ada vaksinnya karena ini kejadian di negara miskin. Jadi negara maju enggak mau bikin,” ucap Budi. 

Alasan lain Indonesia tertarik menjadi tempat uji coba klinik fase 3 karena bisa mengetahui kecocokan vaksin denga genetik orang Indonesia. Sebab, kata Budi, kecocokan vaksin juga dipengaruhi faktor genetiknya. Selain itu, keterlibatan Indonesia juga menguntungkan karena ilmuwan dalam negeri bisa mendapatkan akses terhadap teknologi vaksin. 

“Ini kerja sama dengan Universitas Padjadjaran dan Universitas Indonesia,” katanya. 

Manfaat lain adalah Indonesia bisa memproduksi dengan cepat dan segera begitu vaksin TBC ini melewati semua fase dan disetujui. Budi mengatakan pabrik Biofarma di Indonesia bisa langsung memproduksi dalam jumlah besar. Menurut Budi, produksi massal dan cepat vaksin ini penting karena satu juta orang Indonesia terjangkit TBC setiap tahun. 

“Ini yang harus kita produksi vaksinnya minimal 10 kali lipatnya lah supaya bisa memastikan orang-orang kita enggak kena dan 100 ribu orang Indonesia yang meninggal setiap tahunnya bisa kita elakkan,” kata Budi. 

Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Tjandra Yoga Aditama mengatakan dunia memerlukan vaksin TBC untuk menggantikan vaksin Bacillus Calmette-Guérin (BGC) yang saat ini digunakan.

Tjandra membeberkan tiga alasan mengapa vaksin TBC perlu diperbarui. Pertama, usia vaksin BCG yang kini dipakai untuk TBC sudah lama sekali. Vaksin ini ditemukan 1921 sehingga sudah berumur 104 tahun. Kedua, vaksin BCG hanya memberi proteksi sebagian pada anak dan tidak dapat mencegah terjadinya penyakit TB pada dewasa. Ketiga, untuk mencapai target pengentasan tuberculosis dunia, dan juga Indonesia, diperlukan vaksin baru yang lebih ampuh. 

“Sejauh ini mekanisme pembuatan vaksin TBC ini dapat dengan menggunakan seluruh sel (whole cell), penggunaan ajuvan protein dan rekombinasi subvektor,” kata Tjandra kepada Tempo, 9 Mei 2025.

Tjandra mengatakan vaksin TBC baru diharapkan mencegah terjadinya penyakit TBC pada dewasa. Selain itu, vaksin baru bisa menjadi pengganti atau penguat vaksin BCG (booster.) 

Ia menyebut vaksin baru nanti bisa dipakai untuk penggunaan pada saat pengobatan berjalan atau sesudah pengobatan selesai. Di samping itu, untuk memperkuat potensi pengobatan dan mencegah kekambuhan. 

“Vaksin baru diharapkan dapat juga menjadi semacam imunoterapi dan atau terapi ajuvan, untuk memperpendek lama pengobatan TB,” katanya. 

Mantan Direktur Penyakit Menular World Health Organization (WHO) Asia Tenggara ini mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir soal isu kelinci percobaan. Sebab, uji coba vaksin TBC di Indonesia bersifat sukarela dan tanpa paksaan. 

“Orang yang masuk dalam penelitian ini harus bersifat sukarela, dan mendapat penjelasan yang rinci sebelum mau bergabung sebagai sampel dalam suatu uji klinik. Jadi jelas tidak ada paksaan dan jelas harus dengan penuh transparansi,” kata Tjandra dalam keterangan tertulis, Sabtu, 11 Mei 2025.

Direktur Pascasarjana Universitas YARSI ini mengatakan, proses uji klinik didesain dengan sangat seksama, dianalisa secara mendalam, dan harus disetujui oleh aparat berwenang sebelum dimulai, termasuk komite etika penelitian. 

Ia mengungkapkan saat ini kandidat vaksin TBC sedang dalam uji klinik penelitian fase tiga. Uji klinik adalah bentuk riset untuk menilai modalitas baru vaksin atau obat dan mengevaluasi efeknya pada kesehatan manusia. Adapun orang yang masuk dalam penelitian ini harus bersifat sukarela dan mendapat penjelasan yang rinci sebelum mau bergabung sebagai sampel dalam suatu uji klinik.

“Jadi jelas tidak ada paksaan dan jelas harus dengan penuh transparansi,” ucap Tjandra.

Tjandra menjelaskan tahapan pengujian vaksin baru. Ia mengatakan uji klinik memiliki empat fase. Pertama dilakukan pengujian pada hanya sedikit orang untuk menilai dosis yang aman dan mengidentifikasi efek samping. Pengujian didahului dengan pra uji klinik sebelumnya pada hewan sesudah penelitian laboratorium. 

Sesudah hasil fase satu cukup baik dan terbukti aman akan dilanjutkan dengan fase dua. Fase dua diterapkan uji klinik pada jumlah kasus yang lebih banyak untuk memonitor efek samping dan mulai menilai efektifitas hasilnya.

“Selanjutnya dilakukan fase ke tiga, seperti yang dilakukan di Indonesia untuk vaksin tuberkulosis sekarang ini,” ujarnya. 

Pada fase ini penelitian uji klinik dilakukan pada lebih banyak lagi orang di berbagai negara dan kemungkinan juga berbagai benua. Tjandra mengatakan, untuk uji klinik vaksin tuberkulosis fase tiga ini akan dilakukan pada sekitar 20 ribu orang di lima negara, termasuk Indonesia. Hasil uji klinik fase tiga ini, apabila berhasil baik dan tidak ada efek samping bermakna, akan disetujui untuk digunakan secara luas. 

Yang terakhir adalah uji klinis fase empat. Fase empat adalah saat pemberian vaksin pada masing-masing negara sesudah vaksin disetujui. Pemberian vaksin dilakukan terhadap populasi luas dan waktu evaluasi yang lebih lama.

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |