Menilik Legalitas Donald Trump Menerima Pesawat dari Qatar

6 hours ago 1

PEMERINTAHAN Donald Trump baru-baru ini mengumumkan penerimaan sebuah pesawat dari Qatar, yang bernilai sekitar US$400 juta (sekitar Rp 6,6 triliun). Pesawat ini dimaksudkan untuk berfungsi sebagai Air Force One baru selama masa jabatan Presiden Donald Trump dan direncanakan akan menjadi bagian dari perpustakaan kepresidenan setelah masa kepresidenannya berakhir, Al Jazeera melaporkan.

Jika diterima, pesawat ini akan menjadi hadiah termahal yang pernah diberikan kepada seorang pejabat AS oleh pemerintah asing, menurut ABC News. Namun, keputusan ini telah memicu kekhawatiran di antara beberapa anggota Kongres, yang khawatir bahwa menerima hadiah semacam itu dapat melanggar ketentuan konstitusional.

Legalitas Hadiah Pesawat untuk Presiden AS

Menurut Economic Times, penerimaan jet mewah ini telah memicu perdebatan sengit tentang legalitas menerima hadiah dari pemerintah asing. Para ahli telah menunjukkan bahwa Konstitusi AS berisi ketentuan yang dirancang untuk mencegah korupsi dan pengaruh asing, khususnya melalui Klausul Hadiah Asing. Klausul ini melarang pejabat federal menerima hadiah dari negara asing tanpa persetujuan kongres.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meskipun Kongres sebelumnya telah menyetujui beberapa hadiah --seperti Patung Liberty dari Prancis pada tahun 1877-- namun nilai dan sifat dari jet ini memperumit masalah. Pendapat hukum terbagi tentang apakah mentransfer jet tersebut melalui Departemen Pertahanan akan memenuhi persyaratan konstitusional.

Anggota Kongres, berbagai negara bagian, dan bahkan entitas swasta berpotensi menuntut jika mereka meyakini bahwa hadiah tersebut melanggar Klausul Emolumen. Namun, pengadilan mengharuskan penggugat untuk memiliki kedudukan hukum, yang dapat menjadi rintangan yang signifikan untuk tuntutan hukum semacam itu.

Aturan Penerimaan Hadiah dari Luar Negeri

Menurut Undang-Undang Hadiah dan Dekorasi Asing, hadiah yang bernilai di bawah US$ 480 dapat disimpan secara pribadi oleh presiden. Hadiah yang melebihi jumlah tersebut hanya dapat diterima atas nama Amerika Serikat, yang tetap memiliki hak kepemilikan. Presiden dapat menyimpan hadiah semacam itu hanya dengan mengganti nilai pasarnya kepada pemerintah.

Ketika ditanya tentang legalitas penerimaan pesawat saat penandatanganan perintah eksekutif pada 12 Mei, Presiden Trump mengutip penundaan Boeing dalam mengirimkan Air Force One yang baru. Dia menyebut "bodoh" jika menolak pesawat gratis. Ia mengklarifikasi bahwa dia tidak akan menggunakan pesawat itu secara pribadi setelah masa kepresidenannya, menekankan bahwa hadiah itu ditujukan untuk Departemen Pertahanan, bukan untuknya secara pribadi.

Para ahli hukum telah mempertimbangkan masalah ini, dan banyak yang menunjuk pada klausul emolumen dalam Konstitusi AS. Klausul ini melarang siapa pun yang memegang jabatan federal untuk menerima hadiah, pembayaran, atau manfaat lain dari negara asing tanpa persetujuan Kongres. David Forte, seorang profesor hukum emeritus di Cleveland State University, menjelaskan bahwa aturan ini ada untuk mencegah pemerintah asing menggunakan pengaruh yang tidak semestinya terhadap pejabat Amerika.

Dua Pendapat Hukum yang Berbeda

Terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli mengenai apakah menerima pesawat tersebut dapat menyebabkan proses pemakzulan. Michael Gerhardt, seorang profesor hukum di University of North Carolina, berpendapat bahwa menerima hadiah tersebut dapat merupakan pelanggaran yang dapat dimakzulkan, dan menggambarkannya sebagai "tindakan yang sepenuhnya korup."

Di sisi lain, Forte, dikutip Al Jazeera, berpendapat hadiah tersebut mungkin tidak termasuk penyuapan atau pemakzulan. Namun, hal itu masih merupakan bentuk penjajakan pengaruh yang dirancang untuk menjilat dengan menarik ego penerima.

Selama masa jabatan pertama Trump, beberapa tuntutan hukum diajukan oleh anggota Kongres dari Partai Demokrat, warga negara, dan jaksa agung Maryland dan Washington, D.C., yang menentang dugaan pelanggaran klausul emolumen. Sebagian besar kasus-kasus ini ditolak karena alasan prosedural, dan Mahkamah Agung tidak pernah memutuskan pertanyaan-pertanyaan konstitusional yang menjadi intinya.

Frank Bowman, seorang profesor hukum emeritus di University of Missouri, menunjukkan bahwa situasi ini berbeda dengan kontroversi-kontroversi sebelumnya. Pada masa jabatan pertamanya, bisnis-bisnis Trump menerima pembayaran dari entitas asing, tetapi dalam kasus ini, tidak ada hubungan finansial langsung dengan perusahaan pribadinya. Bowman mencatat bahwa pesawat tersebut merupakan hadiah yang diberikan tanpa mengharapkan penggantian dari presiden atau Departemen Keuangan AS.

Penyiapan Memo Pendukung Legalitas

Laporan-laporan mengindikasikan bahwa Departemen Kehakiman AS telah menyiapkan memo yang mendukung legalitas Trump menerima jet tersebut, meskipun dokumen ini belum dirilis ke publik. Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt menyatakan bahwa aspek legalitasnya masih dalam tahap finalisasi, namun ia memastikan bahwa setiap sumbangan pemerintah sepenuhnya mematuhi hukum.

NBC News melaporkan bahwa seorang pejabat senior yang tidak disebutkan namanya di Departemen Kehakiman mengonfirmasi bahwa Jaksa Agung Pam Bondi telah menyetujui memo hukum dari Kantor Penasihat Hukum. Memo ini menyimpulkan bahwa Departemen Pertahanan dapat secara sah menerima hadiah tersebut. Bondi memiliki sejarah mengadvokasi kepentingan Qatar.

Pada acara 12 Mei, Trump menyatakan apresiasinya kepada Qatar atas pesawat tersebut, menyebutnya sebagai "sikap yang sangat murah hati" sementara Air Force One yang dibuat oleh Boeing masih dalam tahap pembangunan.

Para ahli hukum umumnya setuju bahwa Kongres, yang kini dikuasai oleh Partai Republik, tidak mungkin mengambil tindakan untuk menghalangi Trump menerima pesawat tersebut. Meghan Faulkner, direktur program etika Project on Government Oversight, mencatat bahwa dengan Departemen Kehakiman yang tampaknya mendukung penerimaan pesawat tersebut, upaya untuk meminta pertanggungjawaban presiden dapat menjadi lebih rumit.

Bowman menambahkan bahwa kebijakan Departemen Kehakiman secara tradisional menghindari penuntutan terhadap presiden yang sedang menjabat. Faulkner menyarankan bahwa Trump mungkin sekali lagi mendapatkan keuntungan dari penundaan gugatan hukum terkait emolumen selama masa jabatannya yang kedua, sehingga sulit untuk menemukan penggugat yang bersedia untuk mengejar kasus-kasus seperti itu.

Kontroversi Politik dan Konstitusi

Beberapa anggota senior Partai Demokrat mengutuk penerimaan jet tersebut sebagai tindakan ilegal. Senator Adam Schiff mengutip larangan konstitusional yang melarang pejabat terpilih menerima hadiah apa pun dari pemimpin asing tanpa persetujuan Kongres. Para cendekiawan seperti Profesor Frank Cogliano dari University of Edinburgh mencatat bahwa klausul ini dirancang untuk mencegah penyuapan dan pengaruh yang tidak semestinya.

Pakar hukum konstitusi Profesor Andrew Moran dari London Metropolitan University mengatakan kepada Al Jazeera, bahwa menerima hadiah yang sedemikian besar mendorong batas-batas Konstitusi.

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |