TEMPO.CO, Batam - Sektor perhotelan di berbagai daerah di Indonesia merasakan dampak kebijakan efisiensi anggaran di Pemerintah Prabowo Subianto. Pasalnya kegiatan seremonial di hotel dari pemerintah berkurang akibat kebijakan tersebut.
Namun, dampak itu tidak dirasakan Kota Batam, okupansi hotel di kota industri ini masih dalam keadaan stabil meskipun kebijakan efisiensi sudah berlangsung hampir setengah tahun. Hal itu diungkapkan Eva Betty Siahaan, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) ASITA Kepulauan Riau (Kepri).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Eva mengatakan faktor yang menyebabkan okupansi hotel di Batam tidak terdampak karena Batam berada di daerah border atau daerah yang berbatasan langsung dengan negara lain. "Kita dibantu border, tidak terdampak sama sekali, okupansi hotel tidak terpengaruh karena efisiensi," kata Eva, Sabtu 17 Mei 2025.
Memang kata Eva, kebijakan efisiensi berpengaruh terhadap okupansi hotel di berbagai daerah. Termasuk beberapa waktu lalu lalu kata Eva, pelaku pariwisata di Bali mengaku terdampak akibat kebijakan tersebut. "Kawan saya telpon dari Bali, disana sangat sepi Mice-nya (Meetings, Incentives, Conventions, and Exhibitions)," kata Eva.
Lebih rinci Eva mengatakan, tidak terdampaknya Batam karena okupansi hotel, karena masih banyaknya kunjungan wisatawan mancanegara yang berbatasan dengan Batam, baik itu dari Singapura dan Malaysia.
"Contohnya saja, weekend and public holiday full Singapura. Batam tidak ada hotel sama sekali (penuh), akhirnya saya bawa tamu menginap di hotel kecil," kata Eva.Jadi menurut Eva, selagi turis datang ke Batam, kebijakan efisiensi tidak terdampak kepada okupansi hotel, terutama pada saat akhir pekan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Batam, jumlah kunjungan wisata mancanegara atau wisman tahun 2024 berjumlah 1.326.831 jiwa. Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2023 berjumlah 1.193.931 jiwa.
