TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mencatat pembukaan kembali izin ekspor konsentrat tembaga berdampak positif pada penerimaan negara. Ekspor konsentrat menjadi salah satu alasan kenaikan bea keluar pada triwulan I 2025.
"Penerimaan bea keluar hingga Maret 2025 tercatat Rp 8,8 triliun atau melonjak 110,6 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. DJBC mencatat lonjakan ini sebagian besar didorong oleh penerimaan dari produk sawit yang mencapai Rp 7,9 triliun karena kenaikan harga CPO global menjadi US$ 95 per MT dan realisasi bea keluar konsentrat tembaga sebesar Rp 807,7 miliar sejalan dengan terbitnya kebijakan ekspor,” demikian tertuang dalam rilis DJBC dikutip Senin, 19 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Secara keseluruhan, pada kuartal I penerimaan sektor kepabeanan dan cukai tumbuh 9,6 persen dibanding periode yang sama tahun lalu (yoy). DJBC mengumpulkan penerimaan dari bea keluar, bea masuk, dan cukai. Dari cukai naik 5,3 persen (yoy) atau terkumpul Rp 57,4 triliun. Sementara itu, penerimaan bea masuk turun 5,8 persen (yoy) menjadi Rp 11,3 triliun.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu juga melaporkan terjadi peningkatan bea keluar. “Ini karena bea keluar untuk produk sawit, harga sawit masih terlihat peningkatan dan juga karena ada realisasi bea keluar untuk konsentrat tembaga,” ucapnya dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.
Pemerintah sebelumnya dikabarkan resmi melarang ekspor konsentrat tembaga mulai 1 Januari 2025. Larangan ekspor mineral mentah sebelumnya sudah berlaku pada bijih nikel dan bauksit. Untuk bisa mengekspor pengusaha harus membangun smelter atau pusat pemurnian dan pengolahan mineral.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 11 Tahun 2024 izin ekspor diperbolehkan hanya sampai 31 Desember 2024. Namun pada Maret lalu keran ekspor konsentrat dibuka setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2025.
Salah satu poin utama dalam revisi ini adalah pemberian izin ekspor bagi perusahaan yang fasilitas pemurniannya mengalami kerusakan akibat keadaan kahar. Adapun perusahaan yang memenuhi kriteria tersebut adalah PT Freeport Indonesia (PTFI).
“Permennya (peraturan menterinya) sudah saya terbitkan berdasarkan hasil keputusan rapat terbatas yang dipimpin langsung oleh Pak Presiden (Prabowo Subianto),” ujar Bahlil pada Jumat, 7 Maret 2025 seperti dikutip dari Antara.