Lini Masa Peristiwa Mei 1998: dari Huru-Hara Hingga Jatuhnya Kekuasaan Soeharto

2 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Mei 1998 menjadi titik balik sejarah bangsa Indonesia. Dalam satu bulan penuh, berbagai peristiwa terjadi akibat gejolak politik dan ekonomi yang menghantam Indonesia. Gelombang protes, kerusuhan besar, dan tragedi kemanusiaan yang terjadi hampir bersamaan, memaksa Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri pada 21 Mei 1998.

Masyarakat Indonesia yang menginginkan perubahan dan reformasi akhirnya menyaksikan keruntuhan rezim Orde Baru setelah 32 tahun berkuasa. Namun sebelum itu, berbagai peristiwa penting terjadi sebagai pembuka jalan menuju reformasi. Berikut rangkaian peristiwa penting yang mengiringi lengsernya Soeharto dan lahirnya era Reformasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca: Mei 1998: Kala Amuk Menjarah Jakarta

Peristiwa Gejayan (7-8 Mei 1998)

Gelombang perlawanan terhadap Orde Baru dimulai di berbagai daerah. Yogyakarta menjadi salah satu pusat perlawanan dengan Peristiwa Gejayan pada 7-8 Mei 1998. Sejumlah mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta, seperti Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, hingga UIN Sunan Kalijaga melakukan aksi menuntut turunnya Soeharto. 

Unjuk rasa itu ditanggapi dengan represif oleh aparat sehingga pecah bentrok fisik, pengejaran, hingga penangkapan pada 20 orang demonstran pada 7 Mei 1998. Puncak aksi terjadi keesokan harinya, 8 Mei 1998. Saat demonstrasi, mahasiswa menuntut segera dilakukan reformasi, yang berakhir bentrok dengan aparat. 

Puncak bentrokan terjadi saat pukul 17.00 dan berlangsung cukup lama. Bentrok ini banyak menimbulkan luka parah bagi mahasiswa hingga memakan korban jiwa, Moses Gatutkaca. Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Sanata Dharma itu, dilaporkan keluar untuk mencari makan malam melintasi para pendemo. 

Tapi, Moses rupanya dianggap sebagai demonstran oleh para aparat. Tak ayal, mahasiswa asal Banjarmasin itu pun dihajar. Belum sampai mendapat pertolongan, saat dibawa ambulans menuju Rumah Sakit Panti Rapih sekitar pukul 22.00, Moses meninggal dunia. Peristiwa ini kemudian dikenang dengan nama Peristiwa Gejayan.


Tragedi Trisakti (12 Mei 1998)

Aksi demonstran menuntut Soeharto turun juga dilakukan oleh mahasiswa dari universitas-universitas di Jakarta pada 12 Mei 1998. Namun, aksi itu juga ditanggapi represif oleh aparat. Akibatnya, puluhan pedemo luka-luka dan empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas. Mereka adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Peristiwa itu kemudian dikenang dengan nama Tragedi Trisakti.

Kapolri saat itu, Jenderal Pol Dibyo Widodo, membantah pasukannya menggunakan peluru tajam dalam operasi pengamanan. Namun, Tetapi penyelidikan Tim Gabungan Pencari Fakta atau TGPF menyimpulkan korban tewas karena tembakan peluru tajam. Peluru tersebut diduga berasal dari tembakan peringatan yang ditembakkan ke tanah dan memantul mengenai tubuh korban.


Kerusuhan Nasional (13-15 Mei)

Sehari setelah Tragedi Trisakti, Jakarta mulai bergolak. Kemarahan rakyat terhadap rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun dan krisis moneter 1997/1998 yang melumpuhkan ekonomi, meledak dalam aksi demonstrasi di berbagai daerah.

Di Jakarta, aksi berkabung di depan Universitas Trisakti dihalangi aparat keamanan, memicu amarah massa. Sebuah truk sampah yang ada di perempatan jalan layang Grogol dibakar, rambu-rambu dicabut dan pagar pembatas jalan dicabuti, bahkan gedung dan mobil di halaman parkir Mal Ciputra dirusak.

Situasi kian memanas pada 14 Mei 1998. Kerusuhan mulai menyasar etnis Tionghoa, diwarnai dengan penjarahan, pembakaran toko dan rumah, serta pelecehan seksual. Kebencian dan sentimen anti-Tionghoa yang telah lama menumpuk, dipicu oleh tuduhan palsu bahwa etnis Tionghoa merupakan dalang krisis moneter.

Puncak kerusuhan terjadi pada 15 Mei 1998. Sedikitnya 273 orang tewas terpanggang api di dua pusat perbelanjaan akibat dijarah dan dibakar massa, yakni Sentra Plaza Klender Jakarta Timur yang dikenal sebagai tragedi Mall Klender dan juga Ciledug Plaza Tangerang. Kekerasan juga menyebar ke kota-kota lain seperti Solo, Medan, Surabaya, dan Palembang. 

Kekerasan seksual terhadap perempuan Tionghoa menjadi puncak kekejaman, dengan korban dilecehkan, disekap, bahkan dibunuh secara biadab. Total korban jiwa mencapai lebih dari 1.188 orang dan 85 perempuan menjadi korban kekerasan seksual.


Detik-Detik Lengsernya Soeharto (18-20 Mei)

Melihat situasi yang tak terkendali, pada 18 Mei 1998 Ketua DPR/MPR Harmoko mendesak Presiden Soeharto agar mundur secara bijaksana. Namun hal ini ditanggapi sebagai pandangan pribadi oleh Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto karena tidak melalui mekanisme rapat DPR.

Pada 19 Mei 1998, Soeharto memanggil sembilan tokoh Islam yang menjelaskan situasi mengenai tuntutan masyarakat dan mahasiswa agar Soeharto mundur. Soeharto menyatakan bahwa ia tidak ingin dipilih kembali sebagai Presiden, tetapi pernyataan tersebut tidak meredakan aksi massa. Gedung MPR semakin dipadati oleh mahasiswa yang berunjuk rasa. Pada 20 Mei 1998, Ribuan mahasiswa kemudian semakin memadati gedung MPR/DPR untuk mendesak Soeharto mundur. 

Soeharto Mundur sebagai Presiden (21 Mei)

Akhirnya, pada Kamis, 21 Mei 1998, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya dari kursi kepresidenan di Istana Merdeka pukul 09.05, dan digantikan oleh BJ. Habibie. Momen runtuhnya era Orde Baru setelah 32 tahun berkuasa dirayakan oleh jutaan masyarakat Indonesia dan disiarkan di berbagai media. 

Setelah reformasi, terjadi amandemen UUD yang menjamin kebebasan berpendapat, perlindungan HAM, dan kepastian hukum di Indonesia. Reformasi juga membuat Indonesia lebih demokratis dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, pemilihan langsung Kepala Daerah, dan munculnya banyak partai politik.

M Rafi Azhari, Delfi Ana Harahap, Hendrik Khoirul Muhid, Ni Made Sukmasari, Sukma Kanthi Nurani, Tiara Juwita, dan Risma Damayanti berkontribusi dalam penulisan artikel in
Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |