Pemutaran Film Koesroyo: The Last Man Standing di Solo

5 hours ago 2

TEMPO.CO, Solo - Solo menjadi kota ketiga road show perayaan film dokumenter kisah hidup personel Koes Plus/Koes Bersaudara, Yok Koeswoyo, yang berjudul Koesroyo: The Last Man Standing, setelah Jakarta dan Yogyakarta. Pemutaran film garapan Linda Ochy selaku sutradara itu digelar di CGV Transmart Solo pada Ahad, 18 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film Koesroyo: The Last Man Standing berdurasi sekitar 61 menit itu diproduseri oleh Andhy Pulung dan naskahnya ditulis Astri Apriyani. Dalam film itu, Yok Koeswoyo yang saat ini menjadi satu-satunya personel Koes Plus/Koes Bersaudara yang masih hidup, membagikan kisah hidupnya yang selama ini jarang diceritakan atau diketahui publik.

Hidup Yok Koeswoyo dari Berbagai Sudut

Ada kisah tentang kehidupan berkeluarga, cerita haru tentang cintanya, makna di balik lagu-lagu ikonik ciptaannya, hingga karier musik Koes Plus yang menandai berbagai momen penting musik Indonesia. Termasuk momen Koes Bersaudara ketika dipenjara oleh Pemerintah Orde Lama serta menjadi petugas intelijen negara di era Orde Lama dan Orde Baru.

Tidak hanya kisah dari ingatan pribadinya, perjalanan hidup dan bermusik Yok Koeswoyo juga diceritakan dari banyak pihak yang mencintai Yok serta Koes Bersaudara/Koes Plus. Mulai dari kerabat, pengamat musik, sahabat, antara lain Sari Koeswoyo, Michelle Koeswoyo, David Tarigan, Hilmar Farid, Ais Suhana, Dewa Indra, dan para fans.

Beberapa lagu karya Yok Koeswoyo diperdengarkan dalam film tersebut di antaranya 'Maria', 'Sonya', 'Kolam Susu', 'Manis dan Sayang', hingga 'Jemu'.

Perwujudan Kisah-kisah Nusantara

Koes Bersaudara/Koes Plus adalah grup band yang produktif berkarya menciptakan banyak lagu hit selama lebih dari lima dekade. Grup musik legendaris Indonesia ini juga memiliki andil penting dalam memopulerkan musik rock and roll di Nusantara.

"Bagi saya, pembuatan film ini adalah tentang perwujudan kisah-kisah Nusantara, sebuah perjalanan warisan sebagai cara saya berkontribusi lebih dalam memberikan makna hidup dan mendukung sesama umat manusia," ungkap Linda saat ditemui Tempo seusai pemutaran film. 

Menurut Linda, dalam dokumenter tersebut penonton bukan sekadar pengamat pasif, tetapi diajak bernostalgia dan mendengarkan cerita tentang band berpengaruh Indonesia ini serta tentang Yok sebagai pribadi sebagai ayah, suami, dan musisi. 

Pemutaran film dokumenter tersebut juga disaksikan oleh banyak penggemar Koes Bersaudara/Koes Plus dari berbagai komunitas penggemar grup musik itu. Dengan menyaksikan film itu, para fans seolah bertemu dan mengobrol langsung dengan idola mereka, Yok Koeswoyo. Tak sedikit yang ikut menitikkan air mata saat Yok menangis ketika mengenang istri pertamanya, Maria Sonya Tulaar. 

Pendiri Koes Plus Fans Surakarta (KPFS) Edy Kuncoro mengaku berbangga karena Solo menjadi salah satu kota yang dipilih dalam rangkaian road show perayaan film Koesroyo: The Last Man Standing itu. "Harapannya film ini tidak hanya jadi film dokumenter tapi juga dijadikan film panjang yang bisa ditonton atau diputar di bioskop-bioskop di seluruh Indonesia," kata Edy.

Kesan dan Pesan Setelah Menonton Film Koesroyo: The Last Man Standing

Andi, dari Komunitas Manis dan Sayang (MDS), berharap lewat cerita Yok Koeswoyo dalam film tersebut bisa membakar semangat masyarakat untuk lebih dekat dan lebih mengenal Koes Plus sebagai grup musik legendaris Indonesia. 

"Melalui film dokumenter jadi tahu sejarahnya. Harapan kami sebenarnya film ini tidak hanya ditonton oleh generasi tua tapi juga generasi muda, Gen Z, itu yang penting. Mungkin selanjutnya bisa diputar di bioskop sehingga kami akan undang dari mahasiswa, pelajar baik SMA maupun SMP, untuk bisa melestarikan lagu-lagu Koes Plus/Koes Bersaudara," ujar Andi. 

Reni dari komunitas Derap Solo Raya (DSR) menilai dari cerita yang dibagikan Yok Koeswoyo dalam film tersebut dapat memberikan pelajaran berharga tentang lika-liku perjuangan Koes Bersaudara/Koes Plus untuk menuju puncak kesuksesan mereka, kepada anak-anak muda. "Sangat bagus untuk memperkenalkan nilai-nilai perjuangan itu kepada generasi muda saat ini, agar dapat mengambil pelajaran dari kisah Yok Koeswoyo tersebut," kata Reni. 

Anak Yok Koeswoyo, Sari Koeswoyo yang hadir dalam pemutaran film itu juga mengungkapkan harapannya agar film itu menjadi kisah yang bisa memberikan pelajaran hidup bagi siapa pun penontonnya. Setelah menonton, pikirannya hanya satu, yaitu bagaimana caranya supaya film ini bisa dinikmati di seluruh Indonesia.

"Karena film ini enggak bicara sekadar cerita tapi sosok papa (Yok Koeswoyo) sebagai nasionalis, seniman, sesepuh yang sudah berpengalaman hidup, dan pengalamannya bisa dibagikan buat masyarakat luas. Enggak cuman buat yang seumuran saya generasi keduanya tapi generasi ketiga dan generasi keempat, tanpa harus menjadi penggemarnya pun menonton film ini adalah sesuatu yang layak," ucap Sari. 

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |