TEMPO.CO, Garut - Tambang pasir liar di kawasan cagar alam Gunung Guntur di Kabupaten Garut, Jawa Barat, longsor menewaskan satu orang pada Senin siang, 26 Mei 2025. Lokasi tambang tepatnya di Blok Seureuh Jawa, Kelurahan Pananjung, Kecamatan Tarogong Kaler.
Korban tewas karena tertimbun tebing longsor itu adalah Hendi Suhendi, 53 tahun. Material longsoran juga menimpa satu unit dump truk. Butuh evakuasi menggunakan alat berat sebelum korban kemudian berhasil dievakuasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Kapolsek Tarogong Kaler Inspektur Satu Ate Ahmad Hermawan, tambang pasir liar itu longsor sekitar pukul 11.00 WIB. Kala itu, Hendi bersama kelompoknya tengah menaikkan pasir ke truk. Mendadak, tebing setinggi 30 meter yang berada tepat di sampingnya longsor.
Ate menerangkan, longsor dipicu kondisi lokasi yang labil. Struktur tanah di Gunung Guntur disebutnya hanya berupa batuan lahar bercampur pasir. Apalagi sebelum kejadian sempat diguyur hujan. "Lokasi tambang telah kami tutup untuk proses penyelidikan," ujar Ate, Senin.
Sudah Bolak Balik Ditutup dan Kerap Celaka
Berdasarkan penelusuran Tempo, kegiatan tambang ilegal ini telah berlangsung lama. Tambang telah berulang kali menjadi sasaran penertiban dan dihentikan aktivitasnya, seperti yang dilakukan pada 2008, 2015 dan 2017. Kejadian longsor yang bahkan menelan korban jiwa membuktikan tambang pasir itu masih beroperasi.
Bahkan lubang-lubang galiannya serta kerusakan lahan dapat dilihat dari pusat kota Garut yang berjarak lebih dari 10 kilometer jauhnya. Setiap harinya ratusan dump truck berlalu-lalang mengangkut pasir dari tambang liar itu.
Penggalian pasir dilakukan secara manual yakni dengan menggunakan skop dan linggis. Para penggalinya membuat lubang di sekitaran lereng gunung hingga menjadi tebing puluhan meter. Tujuannya agar lebih memudahkan proses penggalian dan pemisahan antara pasir dan batu.
Satu kelompok penggali biasanya terdiri dari tiga sampai enam orang. Mereka kebanyakan warga sekitar kaki Gunung Guntur. "Satu mobil kita beli ke penggali seharga Rp 300-350 ribu," ujar Ade, 25, salah seorang sopir truk.
Ade mengaku dalam satu hari mampu mengangkut penuh pasir sebanyak dua sampai tiga kali per hari. Disampaikannya pula, kecelakaan dalam proses penambangan biasa terjadi, namun tidak sampai menimbulkan korban jiwa. "Biasanya hanya kejadian seperti jatuh," kata dia.