Seluk-Beluk Kanker Prostat yang Diidap Joe Biden

7 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Presiden Amerika Serikat Joe Biden didiagnosa mengidap kanker prostat yang tergolong agresif. Hal ini disampaikan kantor pribadi Biden pada Minggu, 18 Mei 2025.

Kanker tersebut memiliki skor Gleason 9, yang menunjukkan tingkat keparahan tinggi (kelompok 5/Grade Group 5) dan telah menyebar ke tulang, menurut isi pernyataan tersebut. Sebelumnya, Biden mengeluhkan gejala yang berhubungan dengan saluran kemih,dan pemeriksaan dokter mengidentifikasi adanya "nodul kecil" pada prostatnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meskipun kanker ini termasuk tipe yang lebih agresif, penyakit tersebut tampak responsif terhadap pengobatan hormonal sehingga dapat ditangani dengan efektif. "Presiden dan keluarganya sedang meninjau pilihan pengobatan dengan dokternya," bunyi pernyataan kantor Biden tersebut.

Kanker prostat merupakan jenis kanker yang sering menyerang pria di Amerika Serikat. Penyakit ini menempati urutan kedua setelah kanker kulit sebagai kanker yang paling banyak diidap pria di Amerika Serikat, menurut Klinik Cleveland.

Berdasarkan data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), sekitar 13 dari setiap 100 pria akan mengalami kanker prostat pada suatu saat dalam hidup mereka. Meskipun semua pria berpotensi mengalami kanker prostat, usia menjadi faktor risiko utama yang paling signifikan, menurut CDC. "Semakin tua seorang pria, semakin besar kemungkinan terkena kanker prostat," catat CDC.

Sementara dilansir dari ABC News yang mengutip National Institutes of Health (NIH), kanker prostat merupakan jenis kanker yang paling umum dan menjadi penyebab kematian akibat kanker kedua tertinggi pada pria di Amerika Serikat.

Tahun 2025 diperkirakan akan ada sekitar 313.780 kasus baru kanker prostat yang menyumbang 15,4 persen dari total kasus kanker baru. Selain itu, diperkirakan sekitar 35.770 kematian akibat kanker prostat akan terjadi, atau sekitar 5,8 persen dari seluruh kematian akibat kanker. Tingkat kelangsungan hidup rata-rata pasien kanker prostat selama lima tahun setelah diagnosis juga cukup tinggi.

Mengutip dari Healthline, sebagian besar kanker prostat tumbuh dengan lambat namun ada beberapa yang tergolong kanker prostat agresif berdasarkan stadium dan tingkat keparahannya. Kanker prostat agresif memiliki struktur sel yang berbeda dari adenokarsinoma, yaitu sejenis kanker yang berasal dari sel kelenjar penghasil lendir atau cairan pada prostat yang membuatnya berkembang lebih cepat. Kadang-kadang, kanker ini juga tahan terhadap pengobatan hormon yang biasanya digunakan pada kanker prostat.

Tingkat agresivitas kanker prostat ditentukan berdasarkan skor Gleason (Gleason Score). Skor Gleason antara 8 hingga 10 menandakan risiko tinggi kanker menyebar ke bagian tubuh lain. Presiden Biden memiliki skor Gleason 9, yang berarti kanker prostatnya termasuk agresif dan memiliki tingkat keparahan tinggi serta cenderung cepat berkembang dan menyebar.

Selain itu, dokter juga dapat menggunakan tes darah prostate-specific antigen (PSA) untuk mendeteksi kanker prostat agresif. Nilai PSA di atas 20 menunjukkan risiko tinggi kanker prostat, meskipun pada subtipe agresif yang resisten terhadap hormon, nilai PSA bisa rendah pada tahap awal.

Penilaian juga dilakukan menggunakan sistem tumor-node-metastasis (TNM), yang mengukur ukuran tumor dan penyebarannya ke kelenjar getah bening atau organ lain. Tingkat kanker dengan level 3 menunjukkan sel kanker yang abnormal dan lebih agresif. Kanker prostat agresif yang didiagnosis pada stadium lanjut digolongkan sebagai stadium 3 jika sudah menyebar keluar kelenjar prostat, dan stadium 4 jika telah menyebar ke organ lain.

Gejala yang muncul pada kanker prostat agresif meliputi aliran urine yang lemah, sering atau sulit buang air kecil, darah dalam urin, nyeri di pinggul atau punggung, kelelahan berat, pusing, kelemahan, sesak napas, perubahan detak jantung, serta penurunan berat badan. “Penyebab pasti kanker prostat agresif belum diketahui. Namun, tipe ini dapat berkembang akibat resistensi terhadap terapi hormon,” tulis Healthline.

Sita Planasari turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Amputansi Gerakan Reformasi dalam Buku Sejarah Indonesia

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |