TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Anindya Novyan Bakrie melihat peluang terciptanya lapangan kerja jika Indonesia pandai bermain dalam negosiasi tarif impor AS. “Kalau kita bermainnya pandai, bisa menciptakan lapangan kerja juga, karena artinya akan banyak sekali ekspor,” kata Anindya saat ditemui wartawan di Tempo Scan Tower, Jakarta Selatan, Selasa, 13 Mei 2025.
Anindya mengatakan Kadin dan pemerintah berkomitmen mengawal kebijakan tarif impor itu untuk melindungi industri lokal dan juga membantu perkembangan jumlah pengusaha. “Untuk semakin banyak lagi dan bisa bertahan dan bahkan berhasil,” ujar dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernyataan itu disampaikan Anindya merespons gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masih tinggi. Dalam dua bulan pertama 2025, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat terdapat 18.610 orang yang telah kehilangan pekerjaan.
Anindya berpendapat PHK bukanlah persoalan enteng. “Kita mesti jaga, karena itu masalah kelangsungan hidup orang banyak.”
Terhadap gelombang PHK itu, Anindya mengatakan pertumbuhan ekonomi juga menjadi aspek yang penting untuk menciptakan lapangan kerja. “Yang paling penting pertumbuhan ekonomi itu terjadi, karena pertumbuhan ekonomi yang 5-6 persen itu bisa menciptakan 2,5 juta lapangan kerja,” tutur dia.
Sampai April 2025, angkanya makin tinggi. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat terdapat 40 ribu orang korban PHK. Sedangkan Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara punya data lain. Mereka mencatat sekitar 23 ribu anggotanya menghadapi PHK pada periode yang sama.
Apindo memperkirakan, hingga akhir tahun, jumlah pekerja yang terkena PHK bisa bertambah sampai 70 ribu orang. Proyeksi ini tak terpaut jauh dengan data Kementerian Ketenagakerjaan yang mencatat 77.965 orang mengalami PHK sepanjang 2024.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam menyatakan PHK terutama melanda industri manufaktur padat karya. Penyebab utamanya, antara lain, adalah permintaan yang turun. "Pelemahan permintaan terjadi di dalam dan di luar negeri," katanya kepada Tempo, Kamis, 1 Mei 2025.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira sebelumnya menyebutkan satu faktor pemicu gelombang PHK yang lebih tinggi ke depan, yakni tarif resiprokal Amerika Serikat. Menurut Bhima, kebijakan dagang Presiden Donald Trump ini berisiko mengurangi permintaan terhadap produk hasil industri padat karya. Amerika berencana menerapkan tarif resiprokal sebesar 32 persen terhadap Indonesia.
Dari hasil penghitungan Celios, penurunan output ekonomi karena tarif resiprokal mencapai Rp 164 triliun. "Sedangkan lapangan kerja (diperkirakan) turun 1,2 juta orang pada tahun ini," kata Bhima.
Merespons gelombang PHK ini, pemerintah merancang Satuan Tugas Perluasan Kesempatan Kerja dan Mitigasi PHK. Satgas ini, menurut Presiden Prabowo Subianto, akan bertugas memastikan proses PHK dilakukan secara adil dan sesuai dengan hukum.
"Kita hanya akan membiarkan pekerja di-PHK jika memang sudah sepenuhnya dibela oleh hukum dan buruh diberi keadilan. Buruh tidak boleh dimudahkan untuk dikorbankan. Negara harus hadir," ujar Prabowo.