TEMPO.CO, Jakarta - Mulai April 2026, Jepang berencana menggratiskan biaya persalinan standar bagi seluruh warganya demi menggenjot angka kelahiran.
Langkah ini diambil menyusul rekomendasi dari panel ahli yang menilai perlunya pemerintah menanggung biaya persalinan sebagai bagian dari sistem asuransi kesehatan nasional. Tujuannya jelas, mengatasi krisis angka kelahiran yang terus menurun dalam sembilan tahun terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari Independent, hingga kini, biaya melahirkan di Jepang tidak termasuk dalam cakupan asuransi nasional, kecuali dalam kasus operasi seperti Caesar. Rata-rata biaya persalinan normal pada paruh pertama 2024 mencapai ¥ 518.000, atau naik 24 persen sejak 2012.
Pemerintah memang memberikan subsidi hingga ¥ 500.000 (sekitar Rp 52 juta) per kelahiran. Namun, berdasarkan penilaian panel terhadap data Mei 2023 hingga September 2024, subsidi itu tidak mencukupi dalam 45 persen kasus.
Pada 2024, tercatat hanya terjadi 720.988 kelahiran di Jepang, jumlah terendah dalam sejarah pencatatan Jepang selama 125 tahun. Padahal, sekitar 30 persen penduduk Jepang sudah berusia di atas 65 tahun.
Namun, Jepang bukan satu-satunya negara yang menghadapi krisis demografi semacam ini. Tren angka kelahiran yang rendah juga terlihat di banyak negara maju lainnya, terutama di Asia dan Eropa, di mana gaya hidup modern, beban ekonomi, serta perubahan nilai sosial telah membuat keputusan untuk memiliki anak menjadi semakin kompleks dan tertunda.
Negara dengan Tingkat Kelahiran Terendah di Dunia
Berdasarkan data dari Statista, berikut adalah 15 negara dengan angka fertilitas terendah di dunia pada 2024. Angka yang tercantum merupakan jumlah anak per perempuan usia subur.
- Taiwan – 1,11
- Korea Selatan – 1,12
- Singapura – 1,17
- Ukraina – 1,22
- Hong Kong – 1,24
- Macau – 1,24
- Moldova – 1,26
- Puerto Rico – 1,26
- Italia – 1,26
- Spanyol – 1,3
- Polandia – 1,32
- Monsterat – 1,33
- Mauritius – 1,36
- Bosnia dan Herzegovina – 1,38
- Kepulauan Virgin Britania Raya – 1,38
- Jepang – 1,4
- Yunani – 1,41
- Kosta Rika – 1,43
- Bahama – 1,44
- Belarus – 1,44
Semua negara ini berada jauh di bawah angka pengganti populasi ideal, yaitu 2,1 anak per wanita, yang dibutuhkan untuk menjaga stabilitas jumlah penduduk dari generasi ke generasi.
Dampak Rendahnya Kelahiran
Penurunan angka kelahiran berdampak langsung terhadap stabilitas ekonomi, sosial, dan politik. Negara dengan penduduk menua menghadapi tantangan besar, seperti kurangnya tenaga kerja, menurunnya konsumsi domestik, dan beban sosial yang meningkat karena makin sedikit generasi muda yang bisa menopang sistem pensiun dan jaminan sosial.
Menurut World Population Review, rendahnya angka kelahiran di negara maju sering dikaitkan dengan tingginya biaya hidup, sulitnya akses rumah terjangkau, serta pergeseran nilai sosial, terutama pada perempuan, yang kini lebih memilih membangun karier dibandingkan menikah dan memiliki anak lebih awal.
Di sisi lain, tingkat kesuburan yang terlalu rendah bisa berujung pada kontraksi populasi dan hilangnya daya saing global. Contohnya Jepang dan Korea Selatan, yang kini menghadapi kekurangan tenaga kerja produktif dan semakin bergantung pada teknologi serta kemungkinan imigrasi untuk mengisi kekosongan.