Zarof Ricar Klaim Dapat Uang Ratusan Miliar Dari Bisnis Tambang

7 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, mengungkap asal-usul uang tunai Rp 920 miliar yang ditemukan di brankas rumahnya oleh penyidik Kejaksaan Agung. Terdakwa dalam kasus suap dan gratifikasi perkara Gregorius Ronald Tannur itu menjelaskan bahwa sebagian besar kekayaannya berasal dari kegiatan bisnisnya sebagai perantara atau broker jual-beli lahan tambang.

Ia mengaku aktif dalam transaksi lahan tambang emas, batu bara, nikel, hingga pasir laut dan mendapatkan komisi dari transaksi tersebut. "Ini saya jalani sejak tahun 2016 saat menjadi Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA," ucap Zarof, Senin, 19 Mei 2025, seperti dikutip dari Antara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menyebutkan salah satu lahan tambang emas yang dijualnya berada di Papua. Dari transaksi tersebut, ia pernah memperoleh komisi sekitar Rp 10 miliar, yang menurutnya berasal dari seorang kontraktor dan pemilik tambang di wilayah tersebut. Uang tersebut kemudian disimpannya dalam bentuk dolar Singapura di brankas pribadi.

Selain dari jual-beli lahan tambang emas, Zarof juga mengaku pernah mendapat komisi dari mempertemukan pemilik serta pembeli lahan tambang nikel dan batu bara. Dari transaksi itu, disebutkan bahwa uang komisi yang diterimanya berjumlah 10 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp 100 miliar (kurs saat itu Rp 10 ribu). "Ini saat sebelum saya menjadi kepala badan, tetapi sudah di MA. Uangnya saya simpan saja di brankas rumah," tuturnya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) kemudian mempertanyakan bagaimana Zarof Ricar bisa memiliki koneksi dengan komunitas tambang. “Apakah terdakwa ini memiliki latar belakang di bidang pertambangan atau bagaimana? Sehingga bisa memiliki circle atau komunitas tambang?” tanya jaksa.

Menanggapi hal itu, Zarof membantah memiliki latar belakang di bidang tambang. Ia mengaku mengenal para pengusaha tambang secara tidak sengaja saat melaksanakan ibadah umroh. “Beberapa kali saya umroh, ketemu dengan pemain tambang,” ujarnya.

Dari pertemuan itulah, mereka mulai berbincang mengenai bisnis pertambangan. Ia menambahkan bahwa kedekatannya dengan para pengusaha juga muncul dari pergaulannya yang luas. “Dan juga dari pergaulan saya, enggak tahu, orang percaya sama saya,” katanya. Zarof menyebut dirinya lahir dan menempuh pendidikan di Jakarta, sehingga memiliki banyak kenalan dari beragam latar belakang dan profesi.

Sebelumnya, Zarof sempat mengakui bahwa dari total uang tunai Rp 920 miliar yang ditemukan di rumahnya, sekitar Rp 200 miliar berasal dari pengurusan perkara di Mahkamah Agung selama dirinya menjabat. “Tadi terdakwa bilang, dari Rp 900-an (miliar) sekian itu Rp 200-an (miliar) dari penanganan perkara?” tanya jaksa. Zarof menjawab, “Iya, waktu itu saya asal sebut saja.” Jaksa kembali bertanya, “Sisanya?” Zarof menjawab, “Itu dari bisnis saya.”

Terkait temuan uang dalam berbagai mata uang asing, jaksa mempertanyakan asal-usulnya. “Terkait dengan komisi yang tadi terdakwa jelaskan, ini kan di penyitaan ditemukan USD (dolar Amerika Serikat), SGD (dolar Singapura), Euro, dan Hong Kong. Itu bagian dari mana? Dari bisnis atau penanganan perkara?” tanya jaksa. Zarof menjelaskan bahwa uang dalam mata uang Euro dan dolar Hong Kong merupakan sisa dari perjalanan luar negerinya.

Jaksa pun melanjutkan cecaran, “Artinya uangnya awalnya berasal dari mana? Dari apa, kemudian berubah jadi Euro atau Hong Kong?” Zarof menjawab, “Dari bisnis itu. Saya tukar uangnya, saya ke Eropa, saya pakai Hong Kong, Eropa.” Dia pun mengatakan hal serupa dilakukannya untuk uang dalam mata uang dolar Singapura dan dolar Amerika Serikat.

Zarof merupakan terdakwa dalam kasus dugaan pemufakatan jahat dan gratifikasi. Dia didakwa melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor). Dia juga didakwa melanggar Pasal 12 B Juncto Pasal 18 UU Tipikor. 

Amelia Rahima Sari dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |